Bab ini membahas perubahan-perubahan terkait tren
etika yang telah dibawa ke dalam kerangka kerja yang diharapkan serta
perkembangan yang muncul dalam menanggapi perubahan-perubahan tersebut. Selain
itu, implikasinya bagi akuntan profesional juga dipertimbangkan. Ruang lingkup
bab ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang masalah etika yang dihadapi
oleh profesi akuntansi sebagai akibat dari skandal akuntansi yang baru-baru ini
telah sangat berdampak pada pelaporan keuangan dan proses audit perusahaan
publik.
Konsep fungsi bisnis dan profesi tercipta berdasarkan harapan publik.
Beberapa skandal seperti Enron, Arthur Andersen dan WorldCom telah memicu
perubahan besar pada harapan baru tata kelola bisnis dan profesi akuntansi di
seluruh dunia. Beberapa skandal lainnya juga telah memperkuat kebutuhan akan
standar baru dan telah mendorong harapan untuk tingkat yang lebih tinggi. Jadi
tidak heran jika harapan etika didasarkan pada percepatan tren etika bisnis dan
profesi, yang hasilnya etika bisnis dan profesi telah menjadi penentu utama
keberhasilan perusahan dan pribadi serta menjadi fokus dalam penelitian dan
perubahan perusahaan.
Lingkungan Etika Untuk Bisnis: Perjuangan Untuk
Kredibilitass, Reputasi, dan Keuntungan Kompetitif
Ada banyak faktor yang menyebabkan munculnya
berbagai kelompok pemangku kepentingan dan faktor-faktor tersebut tentunya
berperan dalam proses tata kelola perusahaan (corporate governance). Penekanan
pada proses tata kelola perusahaan yang berorientasi kelompok pemangku
kepentingan menunjukkan bahwa sekarang ini manajer perusahaan harus
melaksanakan kewajiban fidusia kepada pihak lain selain pemegang saham utama
perusahaan. Dengan demikian, kebutuhan untuk menunjukkan akuntabilitas kepada
para pemangku kepentingan penting lainnya seperti kreditur, karyawan, kelompok
aktivis, dan badan penetapan standar telah mengubah sifat keputusan ekonomi dan
operasional perusahaan. Akuntabilitas baru bagi para pemangku kepentingan utama
ini dibuktikan dengan disahkan standar baru terkait tata kelola perusahaan
untuk perusahaan publik dan melalui komunikasi yang baik antara anggota dewan
perusahaan dengan para penyusunnya.
Beberapa faktor yang terkait dengan tata kelola
perusahaan dan akuntabilitas yang juga mempengaruhi harapan publik terhadap perilaku
bisnis meliputi:
- Masalah lingkungan. Perusahaan harus peduli terhadap kondisi masyarakat umun, kualitas udara dan air, dan keselamatan masyarakat. Misalkan saja menciptakan solusi bagi polusi udara yang berasal dari cerobong asap, knalpot, dan berbagai permasalahan lainnya.
- Sensitivitas Moral. Perusahaan harus menunjukkan keadilan dan kesetaraan dimanapun berada baik di dalam maupun di luar negeri. Hal ini dapat terlihat dari sikap peduli pada hak-hak sipil, hak asasi manusia, hak-hak perempuan, dan lain-lain. Tekanan publik untuk lebih adil telah menghasilkan praktik kode etik, pelatihan etika, dan implementaasi kerangka pertanggungjawaban.
- Penilaian buruk oleh direksi, eksekutif, dan manager. Hal ini dapat dikatakan sebagai tantangan publik kepada pihak manajemen terkait dengan kesalahan operasi, kompensasi eksekutif, manajemen laba, kegagalan bisnis, dan lain-lain.
- Munculnya aktivis para pemangku kepentingan. Hal ini terkait dengan etika para investor, pelanggan, aktivis lingkungan, dan lain-lain.
- Tekanan ekonomi. Hal ini terkait dengan kelemahan, tekanan untuk bertahan hidup, dan lain-lain.
- Persaingan yang merupakan tekanan secara global.
- Skandal keuangan (kesenjangan harapan dan kredibilitas). Sebagai contoh skandal Enron, Arthur Andersen, WorldCom, dan lain-lain. Salah satu cara yang dikukan untuk melindungi para pemangku kepentingan ditunjukkan dengan dikeluarkannya Sarbanes-Oxley Act yang memperkuat tata kelola perusahaan.
- Kegagalan tata kelola dan penilaian risiko. Hal ini berkaitan dengan pengakuan terhadap masalah tata kelola yang baik dan penilaian risiko etik.
- Peningkatan akuntabilitas dan transparansi pelaporan keuangan yang diinginkan oleh para pemangku kepentingan. Hal ini berkaitan pula dengan CSR (Corporate Social Responsibility).
- Sinergi antara faktor dan penguat kelembagaan. Misalnya hukum baru terkait dengan lingkungan, IFAC, IFRS, SOX, dan lain-lain.
Perubahan harapan publik terhadap perilaku yang
dapat diterima telah menciptakan pergeseran yang cukup besar dalam persepsi
publik terhadap perilaku perusahaan. Beberapa tren penting telah dikembangkan
sebagai hasil dari tekanan ekonomi dan kompetitif yang terus berdampak pada
etika perusahaan dan akuntan profesionalnya, yang meliputi:
- Memperluas tanggung jawab hukum bagi para eksekutif dan manajer perusahaan.
- Pernyataan manajemen kepada pemegang saham terkait dengan kecukupan pengendalian internal dan upaya untuk mengelola risiko dan melindungi reputasi perusahaan.
- Peningkatan ketergantungan oleh manajemen terkait indikator kinerja non-keuangan.
Berdasarkan tren tersebut, dapat disimpulkan bahwa perusahaan telah
mengambil peran yang lebih besar terhadap dampak nilai-nilai etika pada
keberhasilan mereka.
Harapan Baru Untuk Bisnis
Seiring berjalannya waktu, harapan publik terhadap
manajemen perusahaan semakin meningkat. Penekanan hanya pada laba tradisional
telah memberikan cara pandang bahwa bisnis ada untuk melayani masyarakat, bukan
sebaliknya.
Suatu hal yang mendasarinya yaitu penekanan pada
peningkatan tata kelola perusahaan, dimana merupakan suatu kerangka kerja
akuntabilitas yang mengatur hubungan antara dewan direksi perusahaan,
manajemen, serta auditor internal dan eksternal dalam kepentingan terbaik dari
berbagai pemangku kepentingan yang mencakup aktivis, pelanggan, karyawan,
kreditur, pemasok, dan lainnya. Dewan direksi dan subkomite berada di pusat
tata kelola karena mereka berinteraksi dengan berbagai kelompok pemangku
kepentingan untuk menetapkan berbagai tujuan dan kebijakan, menyediakan sumber
daya, dan memonitor umpan balik dari investor, kreditur, dan lain-lain. Manfaat
dari hubungan tata kelola ini adalah semua pembuat keputusan yang relevan
berpartisipasi dalam keputusan ekonomi yang relevan pula bagi mereka.
Menanggapi masalah yang berkaitan dengan tata kelola, berbagai standar
dan peraturan baru pun ditetapkan untuk memperkuat pengembangan etika bisnis
dan menetapkan standar akuntabilitas. Hasilnya secara keseluruhan publik
memiliki kesadaran yang tinggi akan perlunya etika perusahaan. Pertimbangan
tersebut dikembangkan untuk menciptakan ketergantungan antara perusahaan dengan
investor, kreditur, dan lain-lain. Beberapa contoh peraturan dan Undang-Undang yang
telah ditetapkan meliputi US Corporate Sentencing Guidelines (1991), US Foreign
Corrupt Practices Act (1997), Sarbanes-Oxley Act (2002), dan lain-lain.
Efektivitas Mandat
Baru
Perubahan harapan publik telah memberikan mandat
bagi perusahaan untuk meningkatkan kualitas hidup para penyusunnya. Pandangan
bahwa bisnis ada untuk melayani masyarakat telah menggantikan argumen
laissez-faire yang menyatakan bahwa bisnis bertanggung jawab hanya kepada
investor selama mereka melaporkan keuntungan. Hal yang harus diperhatikan
disini adalah keuntungan diharapkan akan meningkat seiring dengan peningkatan
transparansi dan akuntabilitas perusahaan. Sekarang ini, keuntungan (laba) juga
diakui sebagai ukuran kinerja perusahaan yang tidak lengkap yang dapat
berakibat pada ketidakakuratan dalam alokasi sumber daya. Milton Friedman
berpendapat bahwa bisnis yang tidak etis salah satunya adalah bisnis yang
menguntungkan. Temuan yang konsisten dengan teori Friedman tersebut meliputi:
a)
Penelitian telah menunjukkan bahwa investor
mempertimbangkan tujuan sosial ketika memutuskan untuk berinvestasi. Tujuan
investasi dan tujuan sosial tersebut dapat dikorelasikan dengan harga saham.
b) Kinerja ekonomi dari beberapa reksa dana
berbasis etika (biasanya dana akuntabilitas sosial) telah melampaui indeks
saham seperti S&P 500.
c)
Biaya yang berkaitan dengan eksternalitas sering
terbukti signifikan. Pihak-pihak eksternal perusahaan sering kali terkena
dampak dari berbagai keputusan perusahaan. Oleh karena itu, tidak ada alasan
untuk tidak menyertakan pihak eksternal sebagai pemangku kepentingan
perusahaan.
Kerangka Tata Kelola Perusahaan
Ø
Manajemen
Berdasarkan Nilai, Reputasi, dan Risiko
Tren tata kelola perusahaan mencerminkan kepuasan
antara para pemangku kepentingan dengan dewan direksi perusahaan, manajer, dan
penentu lainnya dari reputasi perusahaan. Perusahaan mulai mengambil minat yang
besar dalam seberapa beretika kegiatan ini dikarenakan tren ini. Hal yang
mendasari minat para pemangku kepentingan adalah nilai-nilai dasar yang
dihormati oleh sebagian besar kelompok dan budaya di seluruh dunia
(hypernorms). Faktor-faktor penentu keberhasilan (hypernorms) ini melibatkan
aksi kejujuran, kasih sayang, kepastian, keadilan, integritas, dan tanggung
jawab. Seperti halnya tren profesi akuntansi dalam mengupayakan perbaikan
kualitas, telah dibentuk hubungan antara hypernorms (kebenaran universal) yang
menunjukkan bahwa profesi telah membentuk suatu lingkatan yang utuh.
Terkait dengan risiko etika, sangat penting bagi manajemen perusahaan
untuk mengantisipasi kemungkinan hasil yang tidak etis dan dampaknya terhadap
para pemangku kepentingan perusahaan. Karena risiko etika sangat mempengaruhi
reputasi perusahaan dan keseluruhan industri, maka perusahaan-perusahaan di
Amerika telah menghabiskan jutaan rupiah untuk proses manajemen risiko
tersebut.
Lingkungan Etika untuk Akuntan Profesional
Beberapa skandal akuntansi seperti kasus Enron,
Arthur Andersen, dan WorldCom benar-benar telah membawa perubahan besar terkait
peran dan perilaku para akuntan profesionalnya yang telah menodai kode etik
mereka. Akuntan profesional berkewajiban memberikan loyalitas utama mereka
untuk kepentingan umum, bukan hanya untuk kepentingan keuangan mereka sendiri,
direksi dan manajemen perusahaan, atau pemegang saham saat ini dengan
mengorbankan para pemegang saham di masa depan. Akuntan profesional tampak
sebagai penengah akuntabilitas organisasi dan ahli dalam hal
pengambilan keputusan.
Dalam profesi akuntansi, ada pergerakan menuju
harmonisasi global dari serangkaian prinsip akuntansi dan auditing yang
berterima umum (GAAP dan GAAS) dalam rangka memberikan analisis secara efisien
bagi penyedia modal ke pasar dunia dan juga efisiensi pemeriksaan di seluruh
dunia. Globalisasi pada perusahaan audit ditandai dengan berkembangnya standar
audit secara global untuk melayani klien utama mereka, dan standar perilaku
pendukung untuk memastikan penilaian mereka adalah independen, objektif, dan
akurat.
0 komentar:
Posting Komentar