Kasus pemotongan uang saku peserta
sebesar Rp 500.000 per peserta dan pemangkasan durasi kegiatan Rakor Dinkes Aceh dari tiga hari menjadi satu hari merupakan suatu bukti buruknya pelaksanaan
suatu program kegiatan. Hal ini secara otomatis menunjukkan bahwa perencanaan
dan pembangunan di Aceh masih sangat memprihatinkan. Kasus tersebut jelas menunjukkan
bahwa selama ini model perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi
kegiatan tidak dilakukan dengan standar yang benar. Begitu pula dengan model
penganggarannya yang tidak transparan, tidak rasional, dan hanya menguntungkan
beberapa pihak yang saling bekerja sama.
Menurut saya, tindakan pemotongan
uang saku peserta yang dilakukan oleh Dinkes Aceh tersebut tidak dapat dibenarkan dengan
alasan apapun. Hal ini jelas melanggar aturan, apalagi kegiatan Rakor tersebut
telah dianggarkan dalam APBA. Jadi apapun tujuannya, baik itu untuk alasan
administrasi atau tujuan lainnya yang dimaksudkan demi kelancaran kegiatan,
sangat tidak dibenarkan untuk memotong dana yang telah ditetapkan tersebut. Walaupun
pada kenyataannya dana yang telah dianggarkan tidak memadai, masih banyak cara
lain yang bisa disiasati tanpa harus melakukan tindakan yang
melanggar hak. Pihak penyelenggara bisa saja mengurangi jumlah peserta atau
kegiatannya dapat diselenggarakan di Aula Dinkes tanpa harus menyewa Aula
Asrama Haji. Hal itu lebih bisa menghemat dana jika memang alasan pemotongan
tersebut karena kekurangan dana, dan tidak ada pihak yang terdzalimi.
Meskipun demikian, sampai saat ini
belum diketahui motif sebenarnya dari pemotongan tersebut. Bisa saja hal ini
adalah modus yang dilakukan untuk meraup keuntungan. Oleh karena itu, hal ini tidak boleh didiamkan dan jangan sampai kasus-kasus seperti ini dilegalkan dengan
dalih peserta setuju-setuju saja dengan pemotongan tersebut. Mungkin pada saat
itu para peserta setuju saja karena pihak penyelenggara mengatakan bahwa
pemotongan tersebut adalah bentuk partisipiasi dari peserta (dana sharing),
namun apakah kita mengetahui keikhlasan para peserta tersebut karena uang
sakunya dipotong hingga Rp 500.000 per orang? Saya yakin jika semua peserta
ikhlas, tidak mungkin berita ini sampai kepada wartawan. Hal ini jelas
membuktikan kekecewaan para peserta terhadap tindakan pihak penyelenggara
kegiatan tersebut.
Harapan saya dan juga mungkin harapan masyarakat Aceh, kasus seperti ini benar-benar harus diusut sampai tuntas. Penyelidikan harus terus dilakukan
untuk menyelidiki mengapa kasus ini bisa terjadi. Apakah benar seperti yang
ditanggapi oleh Kasi Promosi Kesehatan Dinkes Aceh itu sendiri atau ada motif lain dibelakangnya. Yang
mengherankan disini, jika memang benar mekanisme APBA tidak memisahkan alokasi
dana untuk konsumsi, penyelenggaraan, dan penginapan peserta sehingga
kekurangan dana harus dipotong dari uang saku peserta, mengapa baru di Dinkes
pesertanya mengeluhkan pemotongan tersebut? Hal ini juga patut diselidiki
kebenarannya. Para penegak hukum harus menindak dengan tegas jika memang
tindakan tersebut terbukti melawan hukum. Kita semua berharap agar kasus-kasus
yang melanggar hukum seperti ini tidak lagi terjadi dikemudian hari.
0 komentar:
Posting Komentar